SELAMAT DATANG DI CYBER MEDIA KP HMI CABANG YOGYAKARTA

18 Februari 2012

Muhammad Zuhri; Guru Pengantar Jalan Pulang


Oleh: Zubairi (Anggota KPC HMI Yogya)


Sufi is love, beauty and harmoni
(Pak Muh)

Pak muh, sapaan akrab para murid Muhammad zuhri. Menurutnya, Islam adalah ajaran Nabi Muhammad pertama. Addinul Islam. islam juga bersumber dari seorang nabi penutup, Muhammad. Islam juga diajarkan melalui wejangan satu, dari dawuh Muhammad.
Islam disampaikan dengan kalimat yang sama kepada sahabat yang empat, Abu bakar Asshiddiq (Pembenar), Umar al-Faruq (pembeda antara haq dan batil), usman bin affan (dermawan) dan Ali Radhiallahuanhu (ridha dari Allah), tetapi menjadi pribadi-pribadi yang berbeda.


Pak muh, menyampaikan bahwa Islam harus kembalikan sebagaimana islam pada awalnya diajarkan. Ketika orang sudah melakukan ibdah dalam islam, sholat misalnya, akan menjadi sosok yang benar-benar menjadi diri sendiri mengungkapkan potensi dirinya. Dengan begitu, tidak ada orang yang beribadah tak berubah lebih baik.
Meski kenyataannya, ada islam garis keras, islam moderat, islam liberal, islam tarikat, islam fiqh dan banyak lainnya. Padahal kata pak muh, Islam itu satu yang mengandung semua itu. Tidak membeda-bedakan. Rukun Islam dan rukun Imannya juga sama.
Tidak ada yang beda. Semua manusia harus disayangi sebagaimana diri sendiri. Alam semesta harus dijaga untuk keberlanjutan semesta lebih baik.rahmatan lil alamin. Islam diberikan kepada Nabi Muhammad bukan hanya untuk orang Islam saja, tapi untuk semua. Berarti bukti kenrislaman kita menghormati orang islam dan orang di luar islam. sama.
Dalam pengajiannya, pak muh ingin mengajak manusia menjadi hamba dengan melakukan amal kebaikan (amal soleh). karena dengan amal sholeh tersebut manusia akan mengetahui jalan pulang, innalillahi wainna ilaihi rajiun.
Makanya, setiap manusia mempunyai jalan (tarekat)-nya masing-masing, tentu melalui amal soleh. karena amal soleh adalah respon (situasi dan kondisi) peristiwa agar peristiwa tersebut bisa mengembangkan diri dan orang sekitar.
Tarekat yang pak muh maksud, bukan tarekat kelembagaan, itu sah-sah saja selama sambil melakukan suluk tarekat bisa berkembang baik secara diri dan kontribusi kepada lingkungan untuk berkembang. Semua itu tidak lain, hanyalah mencari jalan pulang, ma’rifat kepada Allah yang lebih cepat.
Topik Utama
Pak Muh, adalah guru ngaji yang mengajarkan pencerahan, baik secara akal dan ruhani. Tak heran, jika dalam penyampaian yang lembut, mengajak peserta untuk berpikir sekaligus merenung. Keputusan tetap dimasing-masing individu peserta.
Memang, banyak muridnya mengatakan bahwa penyampaian pak muh penuh filosofis dan hikmah yang mengatarkan muridnya menjadi diri sendiri, sebagai hamba sekaligus kholifah.
Pak muh lahir 21 Desember 1939 dan wafat 18 Oktober 2011, jadi tutup usia beliau berumur 72 tahun. Pak muh membimbing kumpulan pengajian yang diberi nama Barzakh, terakhir meliputi Jakarta, Bandung, sragen dan dirumahnya, sekarjalak Pati. Pengajian ini sudah rutin hampir dua belas tahun.
Sebagaimana seorang guru yang lain, pak muh juga menerbitkan karya, itupun karena banyak muridnya yang memaksa dituliskan agar bisa dibaca orang lain yang belum pernah bersentuhan langsung dengan pak muh. Karyanya antara lain, Qosidah Cinta, diterbitkan pustaka. Langit-langit Desa, diterbitkan Mizan. Nama Allah yang ke Seratus, diterbitkan Serambi. Dan terakhir, Hidup lebih bermakna diterbitkan Serambi.
Topik utama pak muh hanya tiga hal, ketauhidan. Kenyataan dan kemungkinan. Pertama, ketauhidan. Bagaimana muridnya memahami, menghayati dan melaksanakan ketauhidan dalam kehidupan nyata. Kedua,Kenyataan. Hidup haruslah bersama-sama orang lain. Menanggapi fakta sebagai kenyataan terbaik yang harus direspon secara positif dan menerima dengan suka rela.
Ketiga,Kemungkinan. Sesuatu yang masih belum terjadi, masa depan dan penuh dengan misteri. Dengan begitu, manusia harus menjalani hidup sebaik mungkin agar kemungkinan yang terjadi juga sebaik mungkin.
Berbagi Ajaran

Manusia adalah ciptaan yang terbaik, lebih penting dari semua hal, Semua hal yang ada dalam semesta. Maka penghormatan kepada manusia harus didahulukan dalam kondisi dan situasi apapun. Kesadaran ini haruslah dipunyai setiap orang, di rumah, ke pasar, kuliah, kantor dan sebagainya.
Kalau melihat segala sesuatu, kita sebagai manusia dilarang mencela apalagi berkata buruk, terlebih lagi mengutuk baik secara lisan maupun hati. Semua kenyataan memberi ‘tanda’ kepada kita untuk tidak meniru, karena segala hal yang kurang baik hakikatnya memberi pelajaran kepada kita agar lebih baik.
Apapun yang diberikan Allah kepada manusia merupakan sesuatu yang terbaik dibandingkan dengan sesuatu yang belum diberikan. Menerima dengan mengucap “ini yang terbaik buat saya saat ini”.
Kita harus sadar bahwa apa-apa yang enak adalah pemberian Allah kepada manusia untuk memperbaiki jasmani (fisik), begitu juga sebaliknya, hal-hal yang kurang enak merupakan upaya Allah memperbaiki ruhani manusia. Bukankah agama kita mengajarkan bahwa ruhani lebih penting dari jasmani!.
Bila diri kita baik, jagad raya akan baik. Orang baik akan dikumpulkan dengan orang-orang yang baik. Makanya kita tidak usah mikir yang panjang, muluk-muluk, apa-apa yang kita ‘ngerteni’-ketahui- kita aktualkan menjadi kenyataan agar kita mengerti ada nilainya atau tidak.
Dari mengetahui, manusia menjadi sadar. Dari kesadaran, manusia berubah menjadi gerak. Dari gerak, berubah menjadi energi. Dari energi, berubah menjadi nilai. Dari nilai, berubah menjadi potensi. Dari potensi, berubah menjadi amal soleh.
Dengan begitu, kebaikan yang kita miliki harus diselalu ditransformasikan kepada yang lain, agar kita dapat kebaikan yang lebih. Wong, awalnya kita saja yang menjalani kebaikan, kemudian ada dua, tiga dan seterusnya yang melakukan kebaikan niscaya semesta lebih baik.
Menilai kemampuan bukan pada jumlah yang kita miliki, tetapi sanggupkah kita merelakan kepemilikan kepada yang lebih membutuhkan dari diri sendiri. Dengan syarat, semua kemampuan harus dilandasi dengan rasa cinta kepada sesama dan pengabdian kepada Allah. Kita tahu, ibadah yang tak dilandasi cinta adalah hampa. Tidak bernilai.
Manusia dalam kehidupan nyata tak bisa lepas dari dua pilihan, sebagai subjek atau objek. Manusia sebagai subjek, kalau ia mau melakukan, berbuat dan bertindak nyata. Manusia akan menjadi objek bila manusia berada dalam keadaan diluar sebagai subjek makanya harus rela. Ikhlas.
Seseorang yang memiliki keyakinan Allah yang ahad (satu) akan memahami bahwa semesta adalah ciptaan, tumbuh-tumbuhan adalah ciptaan, hewan adalah ciptaan dan manusia juga adalah ciptaan. Tapi ada yang tidak ciptaan dalam diri manusia yakni Ruh.
Allah berfirman dalam al-Qur’an ” Aku tiupkan ruh-KU kepada mu ”. Jadi ada sisi ketuhanan dalam diri manusia yang tidak disadari. Tak salah, jika manusia diperintahkan selalu menjalankan kebaikan. Karena dengan menjalani kebaikan akan mempercepat liqa’ (bertemu) dengan Allah. Sebagaimana firman Allah kirang lebih berbunyi “Barang siapa ingin bertemu dengan Allah maka berbuatlah amal kebaikan”.
Walaupun begitu, dalam hidup sehari-hari, berbeda itu sakit. Wajar, jika sesama manusia harus saling melengkapi, saling memberi dan saling membutuhkan. Makanya interaksi penting untuk saling mengerti. Dan dalam interaksi ada penderitaan, tidak suka, mau menang sendiri, tidak mau mengalah dan sebagainya. Tetpi yang harus kita mengerti adalah melalui interaksi manusia didewasakan Allah.
Memang, Dalam setiap peristiwa sehari-hari, sering sekali akal tidak mampu merespon kenyataan dengan baik, lalu bagaimana? Karena ketidakmampuan akal itulah kita harus mempunyai pijakan, yakni berpijak ingin mengabdi kepada Allah. Itulah yang disebut Amr (perintah)
Allah senantiasa menyapa hambanya dalam bentuk Perintah. Manusia yang sensitif akan merasa dan mudah merespon perintah itu dengan baik bukan malah membela diri. Buktinya apa? Baru jelas itu kemauan Tuhan jika dalam melaksanakan itu sakit. Berat.
Semua itu, tidak lain, Allah ingin mengajak manusia pulang ke rumah sebenarnya, yakni Allah Swt.
Sebagai penutup, kami sajikan tulisan hikmah pak muh dalam buku langit-langit desa; Guru yang lebih sempurna.
Ketika seorang guru hampir meninggal, semua keluarga dan murid-muridnya menangis di sisi tempat tidurnya. Karena perbuatan itu tidak layak dilakukan, guru mereka berkata menghibur:
"Tidak perlu kalian menangis! Aku sudah biasa menjenguk rumahku disana. Bersih, terang dan luas. Sungguh menyenangkan sekali tinggal disana!"
"Maaf guru! Kami sedang menangisi diri sendiri," kata seorang murid.
"Itu pun tak perlu! Karena kamu akan mendapatkan seorang guru yang lebih sempurna sebagai penggantiku" bujuk guru.
"Siapa dia? Katakanlah sekarang, guru! Kami berjanji akan mencarinya sampai ketemu!"desak murid.
"Dia adalah guru yang tak akan pernah mati!" tutur guru seraya memejamkan mata.
(Sekarjalak, 2-5-1992)

0 komentar: