SELAMAT DATANG DI CYBER MEDIA KP HMI CABANG YOGYAKARTA

21 Januari 2009

Masyarakat Miskin Dalam Kawasan Muslim

Oleh: Abu Amar

Timbul pertanyaan dalam sanubari kita, apakah memang benar bahwa kemiskinan itu memang kehendak illahi yang sudah baku dalam penerapannya pada kehidupan manusia, ataukah kita sebagai manusia masih dapat merubah takdir itu dengan daya upaya kita. melihat firman Tuhan “ Aku tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali dengan usahanya sendiri”. dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa takdir itu tidak mutlak dalam penerapannya oleh Tuhan jadi masih dapat dirubah tinggal kemauan manusia sebagai subjek.

Berbicara kemiskinan kita akan dihadapkan pada tipologi kemiskinan.pertama Kemiskinan karena kehendak Tuhan (taqdir), pada pembahasan kita ini, tipologi kemiskinan ini kita tiadakan dengan asumsi bahwa tidak ada kemiskinan yang dilatar belakangi kehendak Tuhan, kutipan ayat suci diatas kiranya jelas kita jadikan argumen. Kedua Kemiskinan Struktural.tipologi kemiskinan ini disebabkan adanya faktor eksternal dalam diri manusia sehingga dia tidak mampu berusaha secara maksimal dalam menunjang kehidupannya.Ketiga Kemiskinan karena kemalasan manusia.dalam kajian kita ini kita akan lebih memfokuskan pada jenis kemiskinan struktural.

Kemiskinan struktural banyak dilatar belakangi oleh sistem yang diterapkan dalam masyarakat kurang memihak pada kaum miskin, kebanyakan kemiskinan jenis ini banyak dialami dalam masyarakat kapitalis atau masyarakat yang berkembang, yang mana dalam jargon mereka “kemiskinan masyarakat disebabkan kemalasan mereka sendiri”.

Bagaimana dalam masyarakat Islam sendiri kemiskinanpun merajalela,apakah itu merupakan suatu taqdir Illahi ? ataukah sistem yang berkembang dalam masyarakat Islam tidak memihak kaum miskin ? kita harus mencari dimana letak kesalahan masyarakat kita sehingga kemiskinan menggerogoti kita padahal dalam ajaran kitab suci kita diajarkan untuk berbagi dengan yang lainnya melalui media zakat, bahwa dalam harta kita terdapat harta fakir miskin.

Pemahaman yang dangkal umat terhadap nilai ajaran agama akan berdampak pada pola prilakunya dalam masyarakat. kedangkalan pemahaman ajaran agama telah membuat konstruk keber-agama-an masyarakat sebatas simbolis, agama hanya dipahami sebatas identitas tanpa mampu dipahami secara substansiil,implikasinya tidak mampu menyentuh ranah kognitif masyarakat, sehingga dalam interaksi masyarakat, nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama banyak yang terreduksi. Islam yang seharusnya mengajarkan suatu masyarakat yang egaliter berubah menjadi ajaran masyarakat otoriter individual.

Sistem masyarakat bergantung pada paradigma yang berjalan pada masa sistem itu dikonstruk. Jika paradigama yang melatar belakangi konstruk sistem masyarakat dekat dengan kaidah normativitas agama maka cenderung sistem yang dihasilkan akan selaras dengan ajaran agama. mengutip kata Immanuel Kant “Bangsa-bangsa setan dapat membuat konstitusi yang baik, dan sesuai kaidah nilai kemanusiaan”, namun pada sisi lain konstitusi yang dihasilkan mempunyai sifat pragmatis yang hanya mengeksploitasi manusia sebagai objek, bukan memberdayakannya sebagai mahluk yang merdeka. begitu juga umat Islam akan mempunyai selera yang sama mengeksploitir terhadap sesamanya yang lemah demi tujuan pribadinya, jika paradigma yang dipakai jauh dari normativitas ajaran agama.

Kata miskin dan kaya tidak mungkin dapat kita hilangkan dari permukaan bumi ini, meskipun kita memakai sistem masyarakat tanpa kelas yang dideklarasikan Karl Marx dalam masyarakat kita, tetap saja kemiskinan akan melanda sebagaian masyarakat bukan karena taqdir Tuhan namun ukuran kemiskinan itu berubah tingkatanya dari prihatin ke tangga layak dan seterusnya begitu juga orang kaya akan terus naik grade-nya, tak mungkin ada orang yang mau berjalan ditempat dimasa sekarang ini. Yang patut kita perjuangkan adalah nilai keadilan dalam sebuah masyarakat bukan penghapusan kemiskinan, sepanjang ada orang kaya pasti akan ada orang miskin karena itu oposisi biner yang akan menghiasi hidup.

0 komentar: