SELAMAT DATANG DI CYBER MEDIA KP HMI CABANG YOGYAKARTA

20 Oktober 2009

Dialog Perkaderan


Dialog Perkaderan:
“Menatap Perkederan HMI di Tengah Gejolak Pragmatisme”


Hari/ Tanggal : Ahad, 25 Oktober 2009
Waktu : 07.00 – 10.00 WIB (Setelah pengajian Ahad Pagi)
Tempat : Sekretairat HMI Cabang Yogyakarta
Pambicara : Ketua-ketua Korps Pengader HMI Cabang Yogayakarta, Sleman, Semarang, Wonosobo dan Purwokerto.

Tor:
Sejak awal, himpuanan Mahasiwa Islam (HMI) telah menetapkan dirinya untuk berdiri di atas perkaderan, sehingga menjadikan organisasi mahasiswa Islam tertua ini sebagai organisasi perkaderan, atao organisasi kader. Sebagai oeganisisi kader, maka fokus utama organisasi ini adalah kader, khususnya berkaitan dengan kualitas diri kader. Dan sebagai organisasi perkaderan juga menjadikan perkaderan sebagai landasan setiap aktivitas HMI.

Perkaderan adalah tulang punggung HMI yang menjadikan organisasi ini tetap eksis, karena perkaderan menyumbangknakan tiga hal yang fundamental bagi gerakan, yaitu pengkajian nilai-nilai dasar organisasi, mempersiapkan martyr-martyr bagi gerakan dan melakukan transmisi nilai-nilai dasar tersebut dalam lingkungan sosialnya. Ketika tiga hal ini telah hilang, maka gerakan ini akan mengalami sebuah kegamangan dan stagnasi. Tanpa pemahaman yang baik akan nilai-nilai dasar yang diyakininya, organisasi ini akan berjalan tanpa pijakan dan disorientasi. Tanpa adanya martyr-martyr atau orang-orang bersedia berkorban untuk menjalankan dan memperjuangkan nilai-niia dasar itu sekaligus mentransmikannya, maka organisasi ini tidak lebih dari sekumpulan orang-orang biasa saja yang tidak beda dari sekumpulan penggemar sepeda motor sebagaimana yang marak pada saat-saat ini.

HMI telah merumuskan konsepsi perkaderannya yang telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan-perubahan tersebut tentu sebagai upaya agar perkaderan HMI bisa menjadi lebih baik. Perubahan itu juga tentunya atas dasar pengamatan terhadap perkembangan zaman. Konsepsi ideal perkaderan HMI selalu menghadapi problem-problem yang harus dijawab, dan sejauh ini HMI mampu menjawabnya. Namunun demikian, bukan berarti hal itu telah usai, konsepsi ideal itu kini masih harus menghadapi beberap problem, diantaranya adalah pragmatisme, yakni suatu pandangan yang melihat segala sesuatu dari segi kegunaan dan kepentingan sesaat.

Kemajuan sains dan teknlogi telah mengantarkan umat manusia pada satu putaran arus yang sangat cepat. Satu sisi hal ini memberi satu kemudahan tersendiri bagi umat manusia, namun di sisi lain hal ini menyebabkan semakin kekeringan pada diri manusia karena semakin sedikit dan dangkalnya perenungan yang dilakukan. Minimnya renungan feflektif akan berdampak pada pola pikir yang cekak dan tidak mampu berfikir jauh ke depan, sehingga yang dilakukan pun atas dasar kepentingan saat ini dan di sini, tidak untuk orientasi yang jauh ke depan. Apabila hal ini terjadi, aktivitas di HMI pun akhirnya akan menjadi seperti apa yang diproduksi oleh pragmatisme, yaitu mesin. Hal ini akan semakin menjauhkan kader-kader HMI dari cita idealnya, insan ulil albab.

Mejaga, menggali, menginterpretasi dan mengimplentasikan nilai dasar perjuangan HMI adalah tugas semua anggota HMI, sesuai dengan kemampuan pemahaman dan intensitas di HMI, dan yang menjadi palang pintu dari perkaderan ini adalah para pengader. Pengader (dalam hal ini orang yang telah mengikuti pelatihan khusu) mempunyai tanggung jawab besar, karena merak adalah pihak yang bertanggungjawab untuk membentuk dan membimbing kader-kader HMI sejak kader-kader tersbut bersinggunagn dengan aktifitas HMI di Latihan Kader I (LK I). Dari posisinya seperti itu, para pengader pun menjadi sorotan para kadernya, mereka menjadi teladan, karena mereka dianggap lebih tahu banyak tentang HMI. Kualitas kader HMI tentunya akan banyak bergantung pada kualitas pengadernya, bagaimana dia mampu mentrnsmisikian nilai-nilai dasa HMI dan konsistensi dia terhadap HMI, dan kualitas para pengader HMI tidak bisa lepas dari Korps Pengader (KP) sebagai lembaga yang membidangi dan bertanggungjawab terhadap para pengader. Di sinilah peran KP yang tidak ringan. KP harus mampu membuat satu desaian untuk membina anggotanya agar anggotanya mampu menterjemahkan nilai dasar organisai atau Khittah Perjuangan dalam kehidupan sehari-hari angotanya dan kader HMI secara keseluruhan. Lalu apa yang harus dilakukan KP untuk memenaj anggotanya agar mereka mampu menghadapi problem perkaderan HMI?

Tentu problem KP dan perkaderan HMI secara umum tidak hanya itu, masih banyak lainnya, setiap KP di cabangnya masing-masing bisa jadi mempunyai permaslah yang berbeda.namun problem di atas bisa dijadikan sebagai simpul. Dan setiap Kp pasti mempunayai solusi dan pola menejemen yang berbeda sesuai dengan kondisi di lingkungannya, namun tidak menutup kemungkinan satu solusi di salah satu KP HMI cabang tertentu bisa juga diterapkan di KP HMI cabang lainnya, untuk itulah perlu diadakan dialog perkaderan untuk bertukar ide dan gagasan sebagai problem solving masalah perkaderan, khusunya tentagn kepengaderan. Semoga hal ini bisa bermanfaat bagi KP HMI Cabang Yogyakarta khusunya, dan bagi KP-KP lain serta HMI secara keseluruhan. Amin.