SELAMAT DATANG DI CYBER MEDIA KP HMI CABANG YOGYAKARTA

27 Oktober 2008

Membangun Surga

Oleh: Muhammad Al-Mahbub

Al-Quran bukanlah kitab sejrah, kitab dongeng atau semcam primbon, meskipun kita mendapati ayat-ayt di dalamnya menceritakan tentang umat-umat terdahulu, seperti kisah kaum Ad, Tsamud, Negeri Tsaba, atau kisah-kisah umat nabi-nabi lainnya. Al-Quran juga menceritkan tentang kekalahan Romawi oleh tentara Parsi. Selang beberpa masa, Romawi ternya memeperoleh kemenangan sebagaimana dikabarkan oleh Al-Quran. Selain itu Al-Quran juga memeberikan gamabaran akan kehidupan-kehidupandi masa mendatang (eskatologi).

Perlu diingat, bahwa hal-hal tersebut bukanlah inti dari pewahyuan Al-Quran. Tujuan pewahyuan Al-Quran adalah sebagai petunjuk (huda) dan penjelas (bayan) dari apa yang harus dilakukakn manusia. Quraishshihab membagi fungsi petunjuk Al-Quran ini ke dalam tiga hal, yaitu petunjuk tentang akidah dan kepercayaan(tauhid), petunjuk mengenai akhlak murni (etika) dan petunjuk yang berkenaan dengan syariat. Manakala Al-Quran becerita tentang peristiwa-peristiwa masa lampau atau pun masa akan datang semata-mata sebagai petunjuk bagi manusia tentang kebesaran dan kekuasaan Allah. Sebagai muslim haruslah kita mengimani apa yang telah diberitakan oleh Al-Quran, terlepas dari bagaimana bentuk penafsiran kita yang beragam.
Begitu juga ketika Al-Quran bercerita tentang proses penciptaan dan kejatuhan Adam AS, bapak manusia. Tidak lain adalah bagiamana kita bisa mengambil hikmah di dalamnya.

Proses penciptaan Adam terlebih dahului diawali dengan dialog Tuhan dengan malaikat. Atau lebih tepatnya, Tuhan telah terlebih dahulu membeitahukan rencana penciptaan Adam kepada malaikat. “dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, sesunguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi, malaikat pun berkata: apakah engkau akan menjadikan makhluk yang akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, sedangkan kami selalu bertasbih kepada-Mu dan selalau mensucikn-Mu. Kemudian Allah berfirman: sesungguhnya aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-Baqarah: 30).

Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahw tujuan penciptaan manusia selain sebagai hamba yang secara totalitas mengabdikan diri kepada-Nya, juga sebaga khalifah yang menjadi mandataris Allah untuk memakmurkan muka bumi.

Pertanyaan yang menarik adalah, jikalau memang manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi, mengapa harus melalui proses kehidupan surga, yang kemudian karena tipu daya Iblis Adam dan Hawa harus terlempar ke bumi? Jika kita berkata bahwa itu adalah semata-mata kehendak Allah benar adanya. Namun satu hal yang perlu diingat adalah, Allah melakukan semua itu tentu tidaklah sia-sia, tanpa maksud tertentu. Bukankah Allah menciptakan sesuatu juga tidak sia-sia. ada udang di balik batu. Ada kepentingan Allah di sana. Ada hikmah dari semua peristiwa tersbut.

Surga dalam Al-Quran selalu disandarakan pada gambaran tentang kehidupan yang penuhdengan kenikmatan, kesenangan yang tiada henti. Surga lasana sebuah taman yang indah yang bertaburan bunga-bunga nan wangi. Mengalir di bawahnya sungai yang jernih. Pohon-pohon buah-buahan tumbuh subur dengan buahnya yang randum yang jika kita menginginkannya tinggal memetik begitu saja, tanpa harus bersusah payah. Gelas-gelas dan piring terbuat dari emas dan perak berisikan makanan dan minuman yang lezat melebihi kelezatan sewaktu di dunia. Pakaian ahli surga terbuat dari sutra yng indah-indah, sedangkan ahlu surga selalu ditemani bidadari yang selalu perawan.

Demkianlah Al-Quran memberikan gambaran tentang surga dengan sesuatu yang bersifat materi sehingga ketika kita membaca ayat-ayat Al-Quran yang terlintas dalam benak kita adalah segala kenikmatan. Dan tentulah terbesit dalam hati kita untuk segera berada di tempat tersebut. Dalam ayat lain dijelaskan pula bahwa surg adalah satu tempat yang di dalamnya tidak pernah ada kata-kata yang sia-sia (lagw), tidak ada kebohongan (kadzb), tidak ada umpatan, tiada tangis, tiada penderitaan, tiada ketimpangan. Itulah surga, di aman konon Adam pernah tinggal di dalamanya sebelum terlempar ke bumi, tempat yang jauh berbeda dengan surga. Kehidupan yang berteman dengan kerasnya alam, yang kemudian menjadi tempat tinggal anak cucu Adam (manusia). Dan inilah permata hikmah tersebut.

Singgahnya Adam di surga adalah bagian dari tarbiyah yang Alah berikan kepadanya. Tugas manusia sebagai khalifah adalah menjalankan titah Allah untuk memakmurkan bumi. Utuk itu dibutuhkan satu pengalaman yang nantinya digunakan untuk menjalankan tugasnya tersebut. Dalam proses tarbiyah inilah, Allah memberikan gambaran kehidupan yang ideal, yang dengan itu dihaarapkan manusia mamapu menciptkan satu kehidupan yang yang harmonis, kehidupan surgawi.

Indunisia qith’atu minal jannah nuqilat ila al-radl. Demikanlah ungkapan Syekh Shaltuth, seorang ulama besar Mesir ketika dia berkesempatan untuk mengunjungi Indonesia. Indonesia adalah serpihan surga yang diangkat dan dipindahkan ke bumi. Memang gambaran yang terdapat dalam Al-Quran tersebut menjelma dalam alam Indonesia ini. Air yang jernih mengalir mengikuti sungai-sungai yang meleok-leok membelah hutan yang rimbun, atau menyusuri tepian perkampungan. Flora fauna yang beraneka ragam dan keindahan alam lainnya terdapat di bumi pertiwi yang kaya raya ini. Itu karena buminya yang subur, dank arena suburnya, kata Koes Plus, tongkat kayu pun menjadi tanaman. Ikan pun menghampiri jala nelayan karena begitu kayanya laut kita.

Namun sangat di sayangkan, serpihan sorga itu kini telah terkoyak laksana kapal-kapal Adipati Unus yang diterjang oleh peluru-peluru meriam Portugis. Seperti rumah yang hancur oleh terpaan angin puting beliung. Air sungai yang dulu jernih kini berubah warna menjadi hitam dan bercampur limbah industri atau konsumsi runah tangga. Tak jarang kemudian meluap membanjiri kota-kota dan perkampungan. Tak ada lagi lambaian bayur yang merayu manja di bawah kepakan sayap burung-burung yang beraneka warna. Karena tanaman itu telah berganti ilalang. Zamrud itupun tiada Nampak lagi, entah kemana menghilangnya, yang Nampak adalah barisan gunung yang gundul tiada berambut. Burungpun enggan dan tak sempat bernyani karena diburu oleh rasa takut akan kematian.

Kondisi masyarakatnya pun bertolak punggung dengan masyakat madani, apalagi surgawi. Masyarakatnya yang dulu dikenal sebagai masyarakat yang santun, ramah, dan menjunjung tinggi toleransi, kini berubah menjadi masyarakat yang buas, saing membunuh, saling sikut, saling tendang, saling menipu, saling mencurigai. Hal tersebut tak lain hanya untuk kepentingan pribadi, kepentingan materi. Dan selalu, yang merana adalah orang-orang yang lemah. Mereka yang menjadi umpan dari karakusan orang-orangyang serakah, mereka yang tertabrak kepentingan para pemburu materi, mereka yang tergilas oleh kebijakan struktural. Padahal mereka lahir di negeri ini, mereka lahir di bumi ini, mereka adalah manusia anak cucu Adam yang dizhalimi oleh saudaranya sendiri.

Sudah saatnya kita membangun kembali serpihan surga ini, membangun dengan kesadaran bahwa di sinilah kita dan anak cucu kita lahir dan dibesarkan, hidup dan tinggal, lalu mati. Mari kita benahi taman ini tanpa harus meruskanya dengan kerakusan kita, dengan terlebih dahulu memebenahi diri kita, hati kita. Cara pndnag kita terhadap Tuhan alam dan sesama manusia. Kita jalin pergaulan sebagai manusia, sebagai sesama makhluk Tuhan yang tidak sedikitpun berbeda di depan-Nya. Kita benahi masyarakat kiat, bermula dari keluarga kita, masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan kemanusiaan. Masyarakat yang terbebas dari penyakit kesia-siaan, (laghw), kedustaan (kadzb), ketamaakan dan penyakit kedirian lainnya yang menafikan kita sebagai makhluk Tuhan, kita bangun keharmonisan sehingga negeri ini kembli menjadi serpihan surga yang terlempar yang kemudian akan kembali ke surga dan pemiliknya. Satu negeri yang dalam isitlah qurani baldatun thayibatun wa rabbun ghafur.